Legenda 7 Manusi Harimaumu, Foto/Dok:Jejakdaerahbengkulu.
Lebong, Pusaranupdate.com -Keberadaan Harimau Sumatera Balasan Harimau kepada Manusia jejadian atau jelmaan di Bengkulu sudah mengakar kuat. Kisah tujuh manusia harimau yang dibukukan oleh penulis Motinggo Busye terinspirasi dari kisah legenda di Bukit Sarang Macan, Desa Ladang Palembang, Kabupaten Lebong, Bengkulu.
Bukit Sarang Macan oleh warga setempat disebut dalam bahasa Rejang (bahasa masyarakat sekitar Bengkulu) dengan Tebo Sa’ang Imau. Tebo Sa’ang Imau artinya tempat harimau jelmaan atau reinkarnasi leluhur bertemu di Kabupaten Lebong.
Salah seorang tetua masyarakat adat lebong menceritakan, para harimau jelmaan akan menampakkan diri bila kondisi masyarakat sedang kurang baik atau sedang dalam kondisi panas. Mereka juga akan menyerang hewan peliharaan dan memakannya sebagai peringatan kepada warga.
“Mereka menjadi pelindung dan pemberi peringatan jika ada warga melanggar adat atau berbuat amoral
Tak hanya pada situasi kurang baik, harimau juga biasa menampakkan diri pada bulan Mulud atau Maulid Nabi. Oleh karena itu, cerita tentang warga bertemu harimau sudah dianggap lumrah.
Namun, dia mengaku, tak ada cerita soal harimau yang melukai atau membunuh manusia. Warga tidak menilai harimau sebagai masalah atau musuh.
“Bagi kami, harimau bukanlah mahluk yang merugikan atau mengancam keselamatan,”
Selain tempat bertemu, kawasan hutan Bukit Sarang Macan juga dipercaya sebagai tempat Harimau Sumatera untuk mencari mangsa. Di bukit ini, siapa pun yang merusak lingkungan hutan akan mendapatkan ‘balasan’. Warga yang tidak ikut merusak juga bisa terkena imbas. Oleh karena itu, hutan Bukit Sarang Macan termasuk bebas dari aktivitas pengrusakan.
Kepercayaan Rejang tentang harimau leluhur juga pernah diulas oleh William Marsden dalam bukunya ‘The History of Sumatra’ yang terbit pertama kali pada 1784. Dalam buku itu, Marsden mengulas kisah tentang manusia harimau.
Cerita populer yang umum diantara mereka, seperti manusia tertentu menjelma menjadi seekor harimau,
para warga sekitar membeberkan suatu tempat di negeri itu, dimana harimau memiliki istana dan menyelenggarakan sebuah bentuk reguler dari pemerintahan.”
Warga tidak ada yang berani untuk menangkap atau membunuh harimau. Melakukannya sama dengan membunuh leluhur. Membunuh akan dibalas dengan dibunuh. Balasannya bisa lebih berbahaya.
Satu ekor harimau dibunuh akan dibalas oleh harimau lainnya dengan membunuh manusia dengan jumlah bisa lebih dari satu orang. Hingga saat ini dpastikan tidak ada warga yang berani membunuh. Memasang jerat untuk Harimau Sumatera pun belum pernah terdengar.
Berbekal kepercayaan tentang harimau leluhur, ditambah kesadaran tentang pelestarian hutan dan Harimau Sumatera, warga dan pemerintahan desa bersepakat menetapkan kawasan hutan Bukit Sarang Macan menjadi hutan larangan atau hutan lindung desa.
rumah harimau.
Kondisi hutan Bukit Sarang Macan sampai saat ini dinyatakan belum terjamah. Untuk pemanfaatan, warga hanya boleh mengambil buah hutan, tanaman obat dan madu dengan tidak merusak pohon. Bila dilanggar, pelaku dikenakan denda adat berupa serawo punjung kambing, beras 2 kaleng, dan denda uang senilai harga kayu yang ditebang atau dirusak.
Pemilik kebun yang berbatasan langsung juga dilarang melakukan pembakaran sebelum menyiapkan pembatas atau parit. Bila dilanggar, pelaku dikenakan denda adat berupa serawo punjung ayam, beras 2 kaleng, dan denda uang senilai harga kayu yang terbakar.
Pemilik kebun yang berbatasan langsung pun dilarang memperluas kebun hingga masuk ke kawasan hutan Bukit Sarang Macan. Bila melanggar, pemilik kebun dikenakan denda adat berupa serawo punjung kambing, beras 2 kaleng, denda uang senilai harga kayu yang ditebang atau dirusak serta kembali ke lahan semula.
Hutan Bukit Sarang Macan ini memiliki luas sekitar 20 hektar dan berbatas di sebelah Selatan dan Timur dengan perkebunan masyarakat dan sebelah Barat membujur ke Utara dengan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).
(Red/Sumber: JejaksejarahBengkulu)
![](https://pusaranupdate.com/wp-content/uploads/2021/10/religius-dan-bahagia-scaled.jpg)
Komentar